PEMATANGSIANTAR, GARUDA NEWS – Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar melalui Dinas Arsip dan Perpustakaan mengambil langkah proaktif untuk menyelamatkan warisan budaya Simalungun yang terancam punah. Melalui acara "Sosialisasi Naskah Kuno," pemerintah mengajak publik untuk bersinergi dalam melestarikan Pustaha Laklak melalui upaya inventarisasi dan digitalisasi.
Acara yang digelar di Aula Serba Guna Pemko Pematangsiantar, Rabu (24/9/2025), ini menekankan tema "Membangun partisipasi publik dalam upaya melestarikan naskah kuno."
Mengubah Persepsi Mistis Menjadi Warisan Ilmiah
Salah satu tantangan terbesar dalam pelestarian Pustaha Laklak adalah persepsi negatif di masyarakat yang sering menganggapnya sebagai benda mistis dan sakral.
Dr. M. S. Damanik, seorang budayawan Simalungun yang hadir sebagai narasumber, menegaskan bahwa pandangan tersebut keliru. "Pustaha Laklak adalah rekam jejak pengetahuan dan peradaban leluhur Simalungun. Di dalamnya tidak hanya berisi mantra atau pagar (ilmu pelindung), tetapi juga catatan pengobatan, ramuan herbal (tambar ni hulit), ilmu perbintangan, hingga strategi perang (gora). Ini adalah warisan ilmiah, bukan hanya mistik," tegasnya.
Kekayaan Pengetahuan dalam Aksara Kuno
Pustaha Laklak Simalungun ditulis menggunakan aksara "Surat Sapuluh Sia" (19 huruf), yang memiliki keunikan tersendiri meski serumpun dengan aksara Batak lainnya. Naskah-naskah ini ditemukan tertulis di berbagai media seperti kulit kayu alim, bilah bambu, tulang, hingga batu.
Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Pematangsiantar, Drs. Hamdani Lubis, M.Pd., menyatakan bahwa tanpa upaya penyelamatan segera, pengetahuan berharga ini bisa hilang selamanya.
"Jejak rekam kehidupan masa lampau ini harus kita selamatkan. Langkah paling mendesak adalah melakukan alih wahana media melalui proses digitalisasi, agar dapat diakses dan dipelajari oleh generasi sekarang dan mendatang," ujar Hamdani.
Sinergi dan Usulan Konkret untuk Pelestarian
Acara sosialisasi ini juga merumuskan beberapa strategi kebudayaan yang konkret, di antaranya:
Memasukkan aksara Simalungun ke dalam kurikulum muatan lokal di tingkat SD, SMP, dan SMA.
Mewajibkan penggunaan aksara Simalungun di bawah nama jalan di wilayah Pematangsiantar dan Simalungun.
Menggelar perlombaan dan lokakarya (workshop) penulisan aksara Simalungun secara berkala.
Hamdani menekankan bahwa semua ini tidak akan terwujud tanpa sinergi. "Perlu kerja sama erat antara pelaku budaya, pemerintah melalui dinas terkait, akademisi, dan para praktisi digital. Hari ini adalah langkah awal untuk membangun kolaborasi tersebut," tutupnya.

